SELAMANYA AKAN TETAP ILUSI
“HIDUP DALAM ILUSI
ITU MENYENANGKAN”
Aku adalah satu dari beribu orang
didunia ini yang amat setuju dengan pemikiran tersebut. Aku selalu menerapkan
ilusiku terlebih dulu mengenai seseorang ataupun sesuatu yang ada disekitarku. Ilusi itu selalu indah. Ilusi itu berwarna.
Dan, ilusi itu selamanya akan tetap menjadi ilusi. Mengharapkan sesuatu bisa
seperti yang dibayangkan adalah mustahil. Dalam dunia nyata sangat tidak
mungkin mengharapkan semua ilusimu menjadi nyata. Karena sesungguhnya, dia yang
ada di ilusimu tak sama dengan dia yang sebenarnya.
Itu pun yang aku rasakan kini. Semua
ilusiku tentangnya tak ada satupun yang menjadi nyata. Sampai akhirnya waktu
yang menunjukkan bahwa ilusiku tersebut harus terkubur secara perlahan.
Harapanku tetap mengambang di kayangan, tak kunjung bereformasi menjadi kisah
manis seperti yang aku inginkan.
Pernahkah kamu mencintai seperti yang
aku alami?
Kali ini bukan hanya sebuah ilusi.
Rasa ini nyata. Mencintai dalam sakit. Mengubah diri demi orang yang bahkan tak
memalingkan wajahnya sedikitpun padamu. Hatiku seakan berdarah tapi aku tetap
mencintainya. Karena cinta ini terlahir dari hati bukan sekadar ilusi. Aku
mencintainya dan akan selalu mencintainya hingga kelelahan dengan sendirinya
menyapa, tapi aku akan tetap bertahan dengan rasaku.
Dia adalah ilusi dalam hidupku. Namun
rasa cintaku untuknya bukanlah ilusi.
Undangan acara perpisahan kelas 12
kini ada ditanganku. Aku melihatnya sendu. Kertas ini seakan menjadi sesuatu yang
sangat menyedihkan, bahkan aku seakan tak sanggup membaca detail tulisan
didalamnya. Membaca perpisahan seakan langsung meruntuhkan pertahananku. Aku
yang selama ini mencoba menyusun pertahananku sendiri dengan penuh perjuangan
tak dapat berbuat apa-apa lagi. Perpisahan meruntuhkan pertahanan itu. ‘Tuhan,
aku tahu perpisahan itu cepat atau lambat tetap akan aku jalani. Namun mengapa
secepat ini Tuhan? Aku belum siap. Aku masih ingin mengembangkan ilusi ku tiap
aku bertemu dia. Aku masih membutuhkan dia sebagai penyemangatku di sekolah.
Aku belum sempat menyatakan rasa ku ini padanya. Tuhan, bolehkah hanya ada
pertemuan tanpa ada perpisahan?’ tanpa komando cairan bening mengalir dipelupuk
mataku.
Keesokan harinya, aku menguatkan
hatiku untuk datang ke acara special perpisahan kelas 12 disekolah. Aku tidak
ingin menjadi manusia paling menyesal karena dihari terakhir ia menjadi kakak
kelasku malah aku tak bisa melihatnya. Kembali, ilusiku pun menemani ku
sepanjang perjalanan menuju sekolah. Mungkin saat nanti diacara tersebut
diadakan acara ‘KATAKAN SEKARANG ATAU TIDAK SELAMANYA’ aku akan maju dan
mengatakan seluruh isi hatiku. Tapi apa jadinya aku? Pasti akan menjadi bahan
tertawaan banyak orang. Atau aku akan memanggilnya pelan-pelan lalu mengajaknya
bicara empat mata di belakang sekolah, lalu menyatakan seluruh kekagumanku
padanya. Tapi apakah aku memiliki seluruh keberanian itu? Untuk mengucapkan
selamat secara langsung atas kelulusannya pun aku tak sanggup. Ah, entahlah apa
yang akan ku lakukan nanti. Aku pun langsung menghampiri lapangan yang
digunakan untuk acara. Mata ku menjalar seperti biasa. Mencari sosok yang
selama setahun ini telah mencuri perhatianku. Kemana dia? Masa dia tak hadir
diacara special ini? Aku terus mencari keberadaan dia. Apa karena lapangan ini
terlalu ramai sehingga aku tak dapat menemukan keberadaannya. Namun, biasanya
aku bisa dengan mudah menemukan dia saat apapun dan dimanapun. ‘Tuhan, dimana
dia? Aku tidak ingin kehadiranku kesini sia-sia.’
Saat aku mulai menunduk dan berjalan
menjauhi keramaian. Suara yang sudah sangat ku kenal jelas itu mengagetkanku.
“Hallo semuaa. Gua dari XII Ipa 4.
Dihari paling special ini gua mau bilang terimakasih buat semuanya. Guru-guru,
teman-teman, adik-adik kelas, yang telah mengisi hari-hari gua selama 3 tahun
ini”
Aku langsung berlari kembali mendekati
keramaian tadi. Ternyata dia berada di stage, sepertinya ia ingin menampilkan
sesuatu. Dia kan memang memiliki suara bagus, pandai bermain gitar jadi
sepertinya dia akan menampilkan sesuatu hari ini.
Oya,tadi dia mengatakan ‘adik-adik
kelas’ ? apa yang ia maksud adalah aku? Kembali ilusiku bekerja. Mengharapkan
yang dia maksud adalah aku. Dan andai saja ternyata dia telah mengetahui
perasaanku ini namun ia menunggu waktu yang tepat untuk membalas rasa ini.
Aaahh lagi dan lagi, ilusiku melambung terlampau tinggi. Aku pun mencoba
memfokuskan perhatianku kepada laki-laki berkalung gitar di atas stage yang
selama ini menjadi penyebab senyumku setiap harinya. Ia menyanyikan sebuah lagu
dari band UNGU yang berjudul “TERCIPTA UNTUKKU” . Lagu yang sebenarnya tidak
cocok sebagai lagu perpisahan. Saat aku mendengar ia mulai mengalunkan lagu
tersebut, mataku berkaca-kaca. Aku pernah memintanya menyanyikan lagu itu,
meski saat itu aku hanya bercanda. Apa dia ingat aku? Ada dua kemungkinan
mengapa ia memilih lagu tersebut. kemungkinan pertama, ia mengingatku dan
menyanyikan lagu itu special untukku. Haha lagi-lagi ilusi. Kemungkinan kedua,
ia mengungkapkan curahan hatinya yang mana ia sempat memendam rasa suka pada
salah satu anak kelas 11. Ya aku tau itu, lalu mengapa? Aku tidak memiliki hak
sedikitpun untuk cemburu akan hal itu. Aku hanyalah pengagumnya. Lebih parahnya
pengagum rahasia. Lalu apa yang aku harapkan? Aku hanya perlu terus dan terus
sadar bahwa aku hanyalah pengagum rahasianya dia, tak lebih. Tapi sepertinya
kemungkinan kedua lah yang lebih tepat. Apalah arti aku dimatanya, menunjukkan
perasaanku pun tak pernah. Dekat dan berarti untuk diapun kurasa tidak. Bahkan
aku tak yakin dia masih mengenalku.
Air mataku pun tak dapat lagi ku
bendung. Untuk pertama kalinya aku menangis karenanya di depan keramaian. Aku
langsung melarikan diri ke toilet sekolah sebelum dibilang lebay oleh siswa
lain.
“Bodoh! Kenapa gua ga bisa nahan emosi
sih.” Gerutuku setelah sampai ditoilet.
“Atishaaaaaa tadi lo tuh lagi didepan
umum, kalau sampe ada yang liat lo nangis pasti mereka ngira yang aneh-aneh.
Dan lebih bahaya lagi kalau ada menebak perasaanmu pada kakak itu” ungkap ku
lirih. Mencoba menasihati diri sendiri. Tapi apa daya seakan diri ku sendiri
pun menolak dinasihati. Airmata ini semakin deras membasahi pipiku.
Tuhan, apa aku salah mencintainya? Apa
rasa ini terlalu berdosa sehingga aku seakan takut engkau melaknatku jika aku
mengungkapkannya.
Setelah emosiku terasa mereda aku
memutuskan keluar dari toilet. Aku memastikan di cermin bahwa mataku tak
terlihat seperti usai menangis. Aku jalan sedikit lesu. Saat menangis seakan
seluruh tenagaku terkuras hingga sekarang aku terlalu lelah untuk berjalan. Aku
berjalan dengan sedikit menunduk. Aku memutuskan untuk tidak mencari keberadaan
dia lagi. Cukup aku bisa melihat wajahnya saat dia di stage tadi sebagai
pertemuan terakhirku. Juga mungkin sebagai hari terakhir rasa ku padanya ini
ada.
Namun tiba-tiba, ada seseorang yang menyapaku.
Aku kenal suara itu. Dia menyebut namaku, itu artinya ia masih mengingatku. Aku
hanya membalasnya dengan senyuman. Rasanya lidah ini seakan kelu. Setelah ia
berlalu, aku langsung mengutuk diriku sendiri. Kenapa tadi tak memberanikandiri
saja sih. Itu kesempatan langka, bahkan setelah ini mungkin aku takkan
merasakan hal seperti ini. Berpapasan dengan dia ditangga ini, ia menyapaku
dengan menyebut nama depanku. ‘Atisha’. Tak akan ada lagi perasaan bahagia saat
tak sengaja melihat senyumnya. Tak ada lagi sosok yang selalu aku cari.
Lagi-lagi aku mencoba menguatkan diriku sendiri. Melangkah pergi meninggalkan
sekolah karena aku tak mungkin berlama-lama disana, soalnya pertahananku telah
roboh jadi bahaya kalau kerapuhan pertahananku diketahui oranglain. Maka dari
itu aku memilih pulang. Melanjutkan semua ilusi ku tentangmu. Karena hanya itu
yang masih akan bertahan. Ilusi, selamanya akan tetap menjadi ilusi. Kamu akan
tetap terlihat indah dan akan selalu membahagiakan ku, dalam ilusiku.
Tuhan, hari ini aku berjanji.
Aku akan melepasnya dari pandanganku yang
selalu mengikatnya
Hari ini aku berjanji, untuk tak lagi menyebut
namanya
Untuk tak lagi mencari keberadaannya
Karena esok dia akan benar-benar luput dari
pandanganku
Senyumnya tak akan dapat lagi aku temui
Semua kenangan yang sebenarnya hanya aku yang
merasakan
Akan segera kuhentikan
Aku tak akan membiarkannya terus hadir
dibenakku
Sedangkan aku tak dapat lagi melihatnya
Serta kebahagiaan yang lagi-lagi hanya aku
yang merasakan
Akan segera sirna seiring kepergiannya
Mungkin ini memang bukanlah akhir
Tapi ini adalah awal,
Awal terbentangnya jarak antara kita
Awal dia tak dapat lagi kulihat
Awal aku mencoba melupakan nya
Serta awal aku tak dapat lagi memandangnya
Jika selama ini tak ada jarak namun aku masih
tak bisa menyentuhnya
Maka saat jarak itu mulai terbentang
Aku semakin tak bisa menyentuhnya
Bahkan hanya untuk menyentuhnya dalam tatapan
Dan pada akhirnya akupun tersadar
Bahwa kamu yang dalam ilusiku bagaikan sungai
Yang mengalirkan kebahagiaan untukku
Nyatanya kamu hanyalah angin
Yang datang dan berlalu
Hanya memberikan kesejukan tanpa mau
berlama-lama menetap.
@dwiyuliant_