Jumat, 21 Maret 2014

aku






Aku tidak mengerti dan kurasa tidak akan pernah mengerti. Mengapa perjalanan hidupku terasa begitu sulit. Atau mungkin aku yang terlalu lemah.
Semakin bertambah usiaku, semakin ku beranjak dewasa, bukannya jalan keluar yang ku dapati, melainkan rintangan-rintangan baru yang semakin sulit aku lewati. Semakin dewasa pemikiranku, bukannya ketenangan yang ku rasakan, melainkan beban dan tertekan.
Proses kehidupan yang aku jalani terasa begitu jauh. Bahkan dalam jutaan tapak kaki yang berdarah-darah pun, garis finish tempatku berhenti tak kunjung terlihat. Ya, kurasa aku takkan pernah bisa mengetahui kapan tepatnya aku mencapai tujuan. Aku juga tak akan tahu sampai sejauh mana aku akan berhenti.
Awalnya aku mengeluh. Aku merasa dunia tak adil padaku. Ia seakan membiarkanku berdiri terlunta-lunta sendirian ditengah padang pasir tanpa mata air. Kearah manapun aku berjalan, seakan semuanya sia-sia. Pada akhirnya aku hanya akan mati kehausan dan kelelahan.
Kata orang, semua akan indah pada waktunya. Aku mencoba meyakini itu. Tapi kenyataannya, sampai kapan aku harus menunggu waktu itu tiba. Sampai kapan aku harus kesakitan sendirian. sampai kapan aku harus bertahan. Sampai kapan aku harus jatuh dan bangun berkali-kali. Sampai kapan aku harus merangkak dan kembali bangkit hanya untuk melanjutkan perjalananku yang terjal dan berliku.
Kata orang, jangan banyak mengeluh. Tapi sampai kapan aku harus sok tegar? Tapi sampai kapan aku harus berpura-pura bahagia padahal kenyataannya aku menderita. Lalu sampai kapan aku terus mengabaikan perasaanku sendiri. Seperti balon, jika terus-terusan diisi udara pada saatnya ia akan meledak. Begitu pula aku. Mana ada manusia yang bisa bertahan jika terus-terusan diberikan tekanan.
Aku seakan dipaksa bernafas didalam lautan tanpa bantuan oksigen. Seakan dibunuh perlahan.

Selimut malam belum jua terbuka
Gelap masih menyelimuti dunia
Sama seperti hatiku yang meringkuk merana
Gelap menyelubungi hati dengan dendam dan amarah yang membara
Luka-luka menambah parah raga
Merana dalam kubangan duka yang tak ada habisnya
-sujudku yang tersembunyi, novel by Garina Adelia-


Rasa sakitnya belum kunjung terobati, namun tekanan lain terus memaksaku hingga aku benar-benar terjatuh dan tak bisa bangkit kembali. Namun serangan lain seakan terus mendorongku hingga ku masuk kedalam liang kuburan dan dikubur hidup-hidup. Seakan tekanan itu tak akan berhenti bahkan hingga aku mati.

Tapi aku bersyukur, ketika langkahku mulai tertatih. Ada banyak orang yang berteriak menyemangati dibelakangku. Meskipun teriakan mereka tak akan bisa membawa ku hingga sampai di garis finish namun setidaknya aku masih punya kekuatan dan keyakinan bahwa ada yang mengharapkanku berhasil melalui semua ini. Setidaknya masih ada yang siap menolongku disaat aku terjatuh dan tak sanggup lagi berdiri.





dwiyuliantisari
21 maret 2014
:')

Tidak ada komentar:

Posting Komentar