Sabtu, 18 Mei 2013

I LOVE YOU, KECIL



                                                    "I LOVE YOU, KECIL”            

‘drrrttt’
Saat merasakan getar dari ponselnya, Nona langsung mencari-cari keberadaan benda yang hampir tak pernah ia lepas. Hingga akhirnya ia menemukan ponselnya yang berwarna biru langit tepat dibalik bantalnya. Seketika, ia mengernyitkan dahinya melihat layar ponselnya yang terdapat tulisan ‘ 1 Received Message ‘. Ia pun langsung membuka pesan tersebut. Tertera nomor yang belum memiliki nama di ponselnya.  Ia semakin penasaran dengan isi pesan tersebut.
08979063XXX
Hey kecil, apa kabar?
Nona mengernyitkan dahinya. Air muka yang awalnya terlihat ceria mulai berubah menjadi kebingungan. Ia memutar otaknya, mengingat-ingat orang-orang yang ia beritahu nomornya. Tapi tunggu, kecil? Otaknya pun mulai menampilkan slide-slide seorang anak laki-laki kecil yang meskipun kecil namun masih terlihat lebih tinggi darinya. Dia adalah sosok laki-laki yang ia kenal sejak masih Sekolah Dasar, yang selalu memanggilnya dengan sebutan ‘kecil’.

~flashback~
Sekolah dasar ini masih sangat riuh dengan teriakan dan bercandaan anak-anak disana. Lalu setelah bel masuk kembali,ada satu kelas yang masih terasa sangat riuh. Tak ada guru rupanya.
“Na, sini deh” panggil anak laki-laki yang bertubuh tinggi dan tampan tersebut
“apaan? kamu mau ngerjain saya lagi?” ucapnya sinis karena dia terlalu bosan di kerjain anak-anak kelas karena kepolosannya.
“ngga kok, saya mau tanya sesuatu ke kamu” anak laki-laki itu memasang wajah serius
“ada apa sih?” tanya Nona penasaran karena melihat wajah teman laki-lakinya terlihat serius
“tapi kamu jujur yah sama saya” anak laki-laki itu duduk disamping Nona, masih dengan wajah yang serius
“iya, ada apa sih nan?” Nona menghadap ke anak laki-laki tadi
“tapi kamu jangan marah” ucapnya lagi
“ih, ada apa sih ?” Nona mulai tak sabar
“kamu tuh sebenernya...... makan apa sih? Kok kecil terus.” Anak laki-laki itu tertawa terpingkal-pingkal karena telah berhasil ngerjain Nona.
“Ferdinaaaaaaannnnnnn” teriak Nona kesal karena merasa dikerjain teman cowoknya itu.
“wajah kamu lucu, serius banget. Dasar kecil” ucap Ferdinan masih terus tertawa. Tanpa ancang-ancang Nona pun mengejar Ferdinan yang telah lari menuju lapangan.
Kedua anak kelas 5 SD itu pun terus berkejar-kejaran di lapangan.

*flashback off*



Nonalia Anggraeni atau lebih sering disapa Nona adalah gadis kecil yang mulai tumbuh menjadi remaja. Ia telah memasuki jenjang pendidikan SMA. Wajahnya yang imut dan badannya yang kecil membuat ia semakin terlihat imut. Ia memiliki teman yang sangat banyak. Cara ia berinteraksi membuat banyak orang  suka berada didekatnya. Ia memiliki kecerdasan yang luar biasa. Sejak umur 5 tahun ia telah pandai membaca dan menulis. Ia sekolah sejak umurnya 6 tahun. Sejak kelas satu hingga kelas enam ia selalu menjadi juara kelas dengan nilai yang sempurna tentunya. Ia termasuk anak yang berani bermimpi. Sejak duduk dikelas 2 SD ia bertemu dengan anak laki-laki yang memiliki tubuh lebih tinggi darinya. Anak laki-laki tersebut bernama Ferdinan Nugroho. Sejak saat itu mereka berteman.

Ferdinan Nugroho adalah anak laki-laki yang memiliki tubuh yang tinggi dan wajah yang tampan. Ia memiliki kecerdasan yang hampir sama dengan Nona, namun ia belum pernah bisa mengalahkan rekor Nona yang selalu juara kelas sejak SD. Ferdinan berteman dengan Nona sejak kelas 2 SD.

                                *flashback*

Pada saat itu, Ferdinan melihat teman sekelasnya sedang memakan bekal yang ia bawa dari rumah. Timbulah sifat jail darinya. Ia menghampiri anak perempuan itu lalu mengambil roti selai miliknya. Gadis itu pun langsung teriak dan marah.
“kamuuu, itu milikku” suaranya melengking menandakan ia marah karena bekalnya diambil.
Namun Ferdinan malah kabur tak bertanggung jawab. Nona kecil pun menangis. Lalu Ibu Guru memasuki kelas dan mendapati Nona yang sedang menangis.
“kamu kenapa Nona?” tanya Bu Eri yang mencoba menenangkan Nona
“tadi bekal ku diambil dia bu” jawabnya terbata sambil menunjuk anak laki-laki di meja sampingnya.
“ Ferdinan, sini. Kamu benar mengambil makanan Nona?” tanya Bu Guru pada Ferdinan
“iya bu” jawab Ferdinan menunduk
“sekarang kamu minta maaf ya pada Nona” minta Bu Guru pada Ferdinan
Ferdinan pun menghampiri Nona yang masih menangis.
“saya minta maaf ya, besok kalau mamah saya memberi bekal saya akan janji mengganti roti kamu” ucap ferdinan sembari menyodorkan tangan pada Nona
“iya” ucap Nona singkat namun masih terdengar isakan
“yaudah, sekarang Nona berhenti menangis ya. Kita mulai pelajarannya” ucap Bu Guru kembali ke mejanya
Mulai saat itu mereka jadi berteman.

*flashbackoff*


Akhirnya Nona pun teringat seseorang, yang ia kenal sejak Sekolah Dasar. Ferdinan, sahabat kecilnya. Tiba-tiba Nona tersenyum ketika mengingat sahabat kecilnya itu. Mengingat hal-hal yang pernah mereka lalui sejak SD maupun SMP. Kenangan saat SD mereka selalu bersaing untuk bisa menjadi juara kelas, kenangan saat kelulusan, serta kenangan saat hari-hari pertama mereka masuk di SMP yang sama, bahkan kenangan saat mereka harus menyesuaikan diri untuk berubah panggilan dari Saya-Kamu menjadi Gua-Elu karena menurut teman-temannya panggilan itu terlalu baku dan biasa digunakan oleh orang pacaran. Satu demi satu kenangan itupun memenuhi otaknya. Membuat senyumnya terus merekah dari bibirnya. Ia pun mengetikan balasan pesan tersebut.

Me
Ini siapa ya?

Ia memutuskan untuk tidak asal menebak.
Tak lama ia pun mendapat balasan.

08979063XXX
Orang paling ganteng yang pernah kamu kenal :D

Pesan tersebut membuat Nona semakin yakin bahwa itu adalah sahabat kecilnya. Karena Ferdinan memang selalu mengatakan bahwa dia adalah cowok terganteng di dunia.

Me
Punya nama?

08979063XXX
Punya lah,  tebak dong
                                    
Me
Gimana mau nebak ga ada clue apa-apa

08979063XXX
Masih galak aja, saya Ferdinan. Inget?

Ternyata benar tebakan Nona. ‘anak itu apa kabar ya?’ fikir Nona dalam hati.

Me
Inget

08979063XXX
Masih marah yah sama saya?

Nona terkesiap membaca pesan itu. Dia baru ingat, bahwa hubungan antara Nona dan Ferdinan terakhir tidaklah baik. Terakhir Nona marah besar pada Ferdinan.

*flashback*

Telah satu minggu ini Ferdinan tidak masuk sekolah. Meskipun Nona beda kelas dengan Ferdinan namun ia bisa mengetahui bahwa Ferdinan telah satu minggu ini tidak masuk dari teman-temannya yang satu kelas dengan Ferdinan.
Saat berniat ingin cerita ke Ferdinan tentang pengumuman bahwa dia akan dikirim untuk perlombaan siswa berprestasi tingkat Kota, Nona menanyakan keberadaan Ferdinan saat itu pada Dinda temannya yang juga satu kelas dengan Ferdinan.

“hallo din, Ferdinan ada dikelas gak?” tanya Nona saat bertemu Dinda di depan kelasnya
“jadi lu gak tau na, Ferdinan udah satu minggu gak masuk. Emang dia gak bilang sama lu?” pernyataan Dinda tadi membuat Nona terkejut dan bertanya-tanya
“loh, enggak din. Emang dia kenapa?” tanya Nona pada Dinda
“gak ada keterangan non” jawab Dinda
“ohgitu, thanks ya din”
“iya na”

Nona masih tak percaya dengan informasi tentang sahabatnya itu. Setahu dia, Ferdinan adalah anak yang paling anti dengan bolos. Dia termasuk anak rajin dan sangat senang bersaing mengenai pelajaran. Namun kini, ia telah tidak masuk sekolah selama satu minggu tanpa keterangan dan tanpa memberi kabar padanya. Nona sangat kesal saat itu. Ia berniat mendatangi rumah Ferdinan pulang sekolah nanti.

Sore ini, Nona telah berada dirumah Ferdinan. Namun yang dituju sedang tak ada dirumah. Ini sudah pukul 6 sore dan Ferdinan belum juga pulang, orangtuanya sejak pagi tidak ada dirumah. Sehingga rumah itu nampak kosong. Berhubung Nona sedang kesal dan sangat ingin bertemu Ferdinan, ia rela menunggu hingga larut malam. Sebelumnya ia telah menghubungi Ibunya bahwa ia sedang di rumah Ferdinan. Jam 9 malam, Nona masih setia menanti kedatangan Ferdinan. Ia heran mengapa Ferdinan bisa berubah sangat drastis seperti ini. Lalu tak lama, Ferdinan pun pulang dan langsung menghampiri Nona.
“Nona, ngapain kamu disini?” tanya Ferdinan kaget dengan keberadaan sahabatnya diteras rumahnya. Lebih parahnya ia masih mengenakan seragam sekolah.
“lagi nungguin TKI pulang” jawab Nona kesal
“maksud kamu apaan sih? Udah sana pulang! Udah malam dan baju kamu besok masih dipakai tuh” Ferdinan berusaha menghindar dan menyuruh Nona pulang.
dasar gak tahu diri, udah ditungguin dari sore eh giliran udah datang malah ngusir’ gumam Nona dalam hati
“kamu tuh kenapa sih nan? Kok gak masuk sekolah?” tanya Nona mulai menginterogasi
“saya lagi ada urusan” Ferdinan mencoba menghindari tatapan Nona
“urusan apa? Jam segini baru pulang? Gak biasanya kamu rela bolos demi satu urusan” ucap Nona. Matanya mencoba menerawang mata Ferdinan. Mencari celah kebohongan Ferdinan
“penting” lagi-lagi Ferdinan menjawab dengan singkat
“kamu gak usah bohongin saya nan. Saya kenal kamu udah dari SD jadi saya tahu kamu bohong. Kamu gak mungkin rela bolos demi satu urusan.”
Ferdinan terdiam. Air muka nya memancarkan kelelahan dan kekecewaan.
“kamu ada masalah? Cerita sama saya nan” Nona mencoba meraih tangan Ferdinan. Mencoba mentransfer kehangatan pada Ferdinan.
“saya mau berhenti sekolah, na”
“apa? Kamu jangan bercanda nan. Sekolah itu penting. Sekolah adalah jembatan kita untuk bisa meraih mimpi kita. Jadi gausah ngawur mau berenti sekolah deh” nada bicara Nona mulai meninggi. Nona mencoba menyadarkan sahabatnya bahwa dia punya mimpi.
“percuma na, orang yang mau saya buat bangga dengan mimpi saya udah ga perduli” ia terus menunduk. Nona mulai menangkap apa masalah sahabatnya
“maksud kamu apa sih nan? Ibu dan ayah kamu masih ada” Nona merubah nada bicaranya. Ia menghampiri sahabatnya.
“mereka cerai na. Dan sekarang mereka udah masing-masing. Gak ada yang perduli sama saya. Jadi daripada saya percuma menghabiskan waktu saya untuk mengejar mimpi-mimpi saya sedangkan saya tidak tahu siapa yang akan bangga jika saya meraih semuanya” ucapnya lirih namun Nona masih dapat mendengarnya
“kamu punya saya nan. Kamu sahabat saya, kamu dan saya punya mimpi yang sama. Saya akan jadi dokter yang hebat dan kamu juga akan jadi arsitek yang hebat juga nan. Percaya sama saya, itu bukan jalan yang terbaik” Nona mencoba menggenggam bahu Ferdinan yang lebih tinggi darinya, memaksa mata Ferdinan menatap matanya.
“maaf, aku gak bisa na. Aku mau mencoba realistis, ini kenyataan hidupku sekarang.” Ferdinan menghindari tatapan sahabatnya itu
“kamu bukan realistis tapi kamu menyerah. Kamu telah dikalahkan sama masalahmu sendiri.” Nada bicara Nona kembali meninggi
“menyerah dan realistis itu beda tipis. Seperti yang dikatakan Keenan di novel favoritmu, Perahu Kertas” Nona kembali terkesiap mendengar kata-kata Ferdinan. Dia memang sahabat terbaik Nona. Bahkan dia tahu novel yang sedang disukai olehnya. Tapi kini aku kehilangan sosok dia yang bersemangat. Kini dia benar-benar telah dikalahkan oleh masalah-masalahnya.
“saya kecewa sama kamu nan. Penilaian saya tentang kamu ternyata salah besar” Nona meninggalkan Ferdinan sendiri. Nona sudah kehabisan kesabaran. Ferdinan telah berubah menjadi sosok keras kepala.

*flashbackoff*

Setelah kejadian tersebut, Nona benar-benar kehilangan sosok sahabatnya. Kini Nona telah menjadi anak kelas 3 SMA di salah satu SMA favoritnya dan Ferdinan sejak masih SMP. Nona masih dengan semangat yang utuh untuk menjemput mimpinya meskipun tak bersama Ferdinan. Namun Ferdinan telah asik dengan dunia bisnis yang ia tekuni selama ini. Pada dasarnya ia memang cerdas sehingga dengan mudah untuk menyusun kepingan-kepingan nya yang telah hancur karena masalah keluarganya.
Nona membalas pesan dari Ferdinan. Kini nama contact Ferdinan telah berubah.

Me
Marah? Marah kenapa?

Ferdinan
Saya minta maaf. Besok bisa ketemu? Di mamake ya, masih inget kan? Jam 10

Me
Gak janji

Ferdinan
Please ya, kecil ;)

Me
Aku sudah besar

Ferdinan tak membalas. Sebenarnya Nona sangat ingin bertemu dengan sahabatnya itu.


Pagi ini Nona bangun lebih pagi. Jam 7 ia telah selesai mandi dan sedang memilih-milih pakaian yang terasa cocok untuk bertemu dengan Ferdinan. Ia ingin terlihat lebih dewasa agar tak dianggap kecil lagi sama Ferdinan. Saat pukul setengah 10 Nona berangkat ke tempat yang dituju, yaitu mamake. Warung kecil yang menjadi tempat menunggu jemputan mereka saat masih SD. Saat ini ia mengenakan kaos putih yang ditutup jaket jeans berwarna biru dan jeans putih pendek diatas lutut, serta dengan kupluk berwarna senada dengan jaketnya. Setelah sampai, Nona melihat sekeliling tempat itu. Telah hampir 4 tahun ia tak mengunjungi tempat itu. Kini, warung sederhana mamake telah berubah menjadi sebuah cafe sederhana dan disekitarnya kini telah terdapat banyak pepohonan yang rindang, membuat tempat itu terasa sejuk dan nyaman. Nona masuk ke tempat itu lalu melihat siluet seseorang yang masih sangat ia kenali. Tubuhnya yang tinggi dan rambutnya yang sedikit gondrong membuat ia terlihat berbeda dari 6 tahun yang lalu saat mereka berdua menunggu jemputan sekolah.
“hai” sapa Nona
“Nona.... “ Ferdinan tak percaya bahwa gadis didepannya ini adalah sahabat kecilnya dulu. Ia langsung menarik Nona kedalam pelukannya. Ia meridukan anak kecil satu ini. Nona pun merasakan kenyamanan yang lama tak ia rasakan. Pelukan Ferdinan terasa begitu hangat.
“apa kabar na?” tanya Ferdinan membuka pembicaraan lagi
“baik. Kamu?” tanya Nona balik
“alhamdulillah. Kamu masih kecil juga ternyata” Ferdinan tersenyum penuh arti
senyumannya.menyejukkan’ fikir nona
“saya sudah besar sekarang” Nona tidak mau terus-terusan dianggap kecil
“tapi tinggimu masih seperti anak kecil”ledeknya
“saya mengerti kamu memang tinggi, tapi saya lebih dewasa dari kamu” Nona membela diri
“tahu dari mana saya belum dewasa?”
“cara mu mengambil keputusan itu melambangkan kamu belum dewasa”
“kamu masih marah sama saya ?”
“marah? Tidak”
“saya mengaku salah. Waktu itu saya tak bisa menahan emosi saya. Sehingga keputusan yang  saya ambil tanpa saya fikir terlebih dulu”
“penyesalan memang selalu datang belakangan”
“tapi saya tidak merasa menyesal”
“kamu bukan Ferdinan yang saya kenal dulu”
“saya masih sama seperti sahabat kecilmu dulu”
“tidak. Ferdinan yang saya kenal punya mimpi yang begitu besar, bukan seseorang yang mudah menyerah”
“saya masih Ferdinan yang dulu, percaya lah. Meskipun saya tidak dapat menggapai mimpi saya menjadi arsitek tapi sekarang saya telah memiliki mimpi baru”
“apa?”
“saya sedang menjalani bisnis di bidang kuliner na”
“restaurant?”
“ya semacam itu, pembuatan gedungnya saya sendiri yang menjadi arsiteknya. Jadi masih berfungsi mimpi saya dulu”
“semoga kamu sukses dengan pilihanmu”
“amin. Semoga kamu juga yah kecil” Ferdinan mengacak rambut Nona yang keluar dari kupluknya
“semoga kita tidak berpisah lagi yah kecil” ucapnya memeluk Nona dengan erat. Seakan tak ingin kehilangan sahabat kecilnya itu.


Sejak pertemuan itu Nona dan Ferdinan menjadi sahabat kembali. Beberapa kali mereka bertemu da mengenang kenangan-kenangan semasa kecil mereka. Tanpa disadari, sesuatu yang bebas seakan tak bisa lagi mereka nikmati seperti dulu. Sekarang mereka tak dapat lagi berkejar-kejaran seperti saat mereka kecil. Sekarang tak hanya canda tawa yang hidup diantara mereka, tetapi kini perasaan ikut serta dalam setiap detik kebersamaan mereka. Perasaan mereka mulai berani bicara. Menjaga perasaan temannya itu sangat penting.



Saat malam hari, Nona sedang asik dengan kegiatannya menghitung bintang. Ia terpesona dengan keindahan yang dimiliki bintang. Keindahannya tak ada yang dapat menandingi. Disaat asik menghitung bintang di terasnya, ponsel Nona berdering. Nomor tak dikenal menelponnya. Ragu Nona mengangkat telepon tersebut.
“hallo, dengan siapa ya?” sapa Nona ramah
“saya Ferdinan, kecil” jawabnya  sambil tertawa renyah
“pakai nomor siapa kamu?”
“ini nomor pacar saya, kami sedang tukar pakai”
Nona terdiam mendengar pernyataan Ferdinan. Hatinya seakan tersayat pisau tajam. Ada perasaan aneh yang menyerang hatinya. Sesak dan ingin berontak.
“ooh , ada apa nan?” meskipun mencoba membuat suaranya sebiasa mungkin namun masih sedikit bergetar
“kamu kenapa na? Lagi nangis ya? Kok suaramu bergetar?” tanya Ferdinan khawatir
“tidak nan, saya lagi sedikit flu jadi mungkin terdengar aneh”
Ferdinan tak langsung percaya. Ia mengenal betul sahabat kecilnya itu.
“kalau ada masalah saya akan selalu ada untuk kamu na”
“makasih nan”
‘klik’ telpon pun ditutup.
Air mata Nona tak dapat lagi dibendung. Iya menangis disaksikan ribuan bintang. Menangis tanpa tahu apa penyebabnya. Hati dan otak nya seakan memerintahkan matanya untuk menangis. Dadanya terasa sesak .
“Kakak, masuk sudah malam” suara mamah menyadarkan Nona dari lamunanya. Dengan gerakan cepat Nona menghapus airmatanya. Lalu masuk ke dalam kamarnya. Dikamar, ia masih tak dapat menahan sakitnya yang terasa begitu pilu. Aku tak mengerti mengapa airmata ini tak dapat tertahan. Mengapa perasaan ini terus bergejolak. Mengapa saat mengetahui Ferdinan memiliki kekasih hati ada rasa tak terima. Mengapa  dan mengapa. Pertanyaan terus menghantui fikiran Nona. Apa kini ia mencinta i Ferdinan? Tapi ini semua tak boleh terjadi. Dia sahabatnya. Sahabat kecilnya. Nona akan merelakan perasaannya terus menguap dan menghilang  dibanding harus kehilangan sahabatnya untuk kedua kalinya.

Hari ini tak sengaja Nona bertemu Ferdinan di salah satu supermarket. Setelah beberapa hari ia mencoba menghindari sahabatnya.

“hai kecil, kemana saja?” sapanya lalu merangkul Nona
“ada, aku duluan yah nan” Nona langsung lari meninggalkan Ferdinan yang masih terpaku. Tak mengerti mengapa Nona seperti menjauhinya.

Setelah pertemuan itu, Nona memutuskan untuk tinggal sementara dirumah tantenya di Bandung. Ia ingin menghindari Ferdinan, sampai perasaannya kembali normal.
Ferdinan merasakan kehilangan sahabatnya itu, dua minggu ini sahabatnya tak bisa dihubungi. Lalu ia memutuskan untuk mendatangi rumah sahabatnya itu.
“permisi tante” sapanya pada Ibu Nona
“hey nak Ferdinan. Apa kabar?”
“baik tante, boleh tanya. Nona nya ada tan?”
“Nona sedang ingin sendiri”
“tapi kenapa tan? Dia tidak bercerita apapun kepada saya.”
“dia tidak mungkin bercerita ke kamu. Karena ini semua ada hubungannya dengan kamu” kata-kata ibunya Nona membuat Ferdinan kebingungan.
“berhubungan dengan saya tan? Kalau boleh tau, apa?”
“dia mencintaimu nan”
“apa tan?”
“iya, dia mencintaimu. Dia menghindari mu karena takut perasaannya merusak persahabatan kalian”
“yaampun Nona...” ucap Ferdinan berbisik
“Kalau boleh tau, Nona ada dimana sekarang tan?”
“di Bandung, dirumah tantenya.”
“boleh saya minta alamatnya tan?”
“sebentar”
Lalu Ibu Nona memberikan secarik kertas pada Ferdinan.


Tak ingin membuang waktu, Ferdinan langsung mengendarai mobilnya menuju Bandung. Setelah kuranglebih 5jam ia sampai di Bandung. Ferdinan berjalan menuju rumah sederhana tempat tinggal tantenya Nona.
“permisi” ucapnya sambil mengetuk pintu
“iya, ingin mencari siapa ya?” tanya seorang wanita yang tengah hamil tua
“Nona ada disini yah tante?” tanya Ferdinan. Sepertinya wanita hamil itu adalah tantenya Nona.
“ada, dia sedang menyendiri dikamar. Sejak kemarin tidak mau diganggu” jelas tantenya Nona
“boleh saya masuk tan?” tanya Ferdinan dengan nada memohon.
“silahkan” Tantenya Nona mempersilahkan Ferdinan masuk.
Lalu Ferdinan menangkap siluet  yang sangat ia kenal. Nona sedang duduk menghadap langit yang telah diramaikan oleh bintang-bintang.
“kecil” sapa Ferdinan hangat
Nona terkejut dengan suara yang sangat ia kenal itu. Ia menoleh dan mendapati sosok Ferdinan yang berjalan mendekatinya.
“kamu, ngapain disini?” tanya Nona menahan airmatanya agar tidak menetes
“saya kehilangan kamu” ucapnya lembut
“saya sedang butuh waktu untuk sendiri” ucap Nona. Ia tak sanggup lagi melihat laki-laki yang sedang ia cintai
“saya sudah tahu semuanya”Nona pun terkesiap dan mengangkat wajahnya yang sedari tadi menunduk.
“saya tahu kamu mencintai saya kan?”
“ka kamu tenang, saya hanya butuh waktu untuk membunuh perasaan itu” Suara Nona terdengar bergetar dan terbata-bata
“untuk apa dibunuh?” tanya Ferdinan dengan nada yang begitu tenang
“perasaan ini sangat aneh. Tak wajar” ucap Nona terbata
“kenapa tak wajar? Saya juga mencintai kamu na” ucap Ferdinan sangat lembut. Ia mencoba meraih tangan Nona namun  dengan cepat Nona menepisnya
“kamu tak perlu kasihan. Dan kamu tak perlu memikirkan perasaan saya” air mata Nona yang sedari tadi ditahan akhirnya mengalir indah dipipinya. Ferdinan menghapus airmata dipipi Nona.
“kamu tak perlu berusaha membunuh perasaan itu. Biarkan perasaan itu tetap ada dihatimu. Selamanya”
“tapi kita sahabat nan”
“memangnya kenapa kalau kita sahabat?”
“saya tidak ingin menghancurkan persahabatan kita, nan”
“kenapa harus dihancurkan? Persahabatan kita akan tetap abadi untuk selamanya. Biarkan cinta antara kita menjadi penyempurna persahabatan kita”
“tapi...... “ ucap Nona menggantung
Seakan mengetahui arti tatapan mata Ferdinan, Nona melanjutkan perkataannya.
“pacarmu..” airmuka Nona semakin lesu
“sudah putus”
Entah mengapa, kini senyum Nona sedikit terukir dibibirnya.
“stop! Kayak gini terus dong” kata Ferdinan sambil menahan senyum di pipi Nona dengan memegang pipinya.
“kamu...” Nona berubah menajdi tersipu
“kecil, saya mencintai kamu, saya sayang sama kamu. Saya selalu takut kehilangan kamu. Sekarang, kamu jangan membunuh rasa cinta kamu ke saya ya? Untuk selamanya” Ferdinan mengelus pipi Nona dengan penuh sayang. Lalu mengecup kening Nona.
Nona tak dapat berkata apapun. Ia tak percaya, Tuhan begitu baik padanya. Sahabat yang ia sangat sayangi sejak kecil merangkap menjadi seseorang yang sangat ia cintai saat ini.
“I LOVE YOU, Kecil”
“I LOVE YOU TOO”

    --------END---------




-DYS-
Twitter : @dwiyuliant_

Tidak ada komentar:

Posting Komentar